Walaupun nilai dan norma sosial sudah diajarkan kepada setiap masyarakat, namun pelanggaran terhadap nilai dan norma sosial selalu terjadi. Realitas ini bisa dilakukan warga secara individual maupun secara kelompok. Sayangnya, pelanggaran atas nilai sosial tidak mudah dikenali. Kondisi yang berbeda terdapat pada pelanggaran norma sosial. Kita dapat mengenali terjadinya pelanggaran terhadap norma dengan memerhatikan tindakan seseorang yang tidak sesuai dengan norma. Akan tetapi, dapat dipastikan bahwa warga masyarakat yang melanggar norma pasti dia telah melanggar nilai sosial yang menjiwai norma tersebut.
Berdasarkan tingkat penyimpangan yang dilakukan, pelaku pelanggaran dapat diberi sebutan sebagai berikut.
a. Pembandel
Jika ia tidak tunduk kepada nasihat orang-orang di lingkungan agar mau mengubah sikapnya sesuai kaidah.
b. Pembangkang
jika ia tidak mau tunduk kepada peringatan orang-orang yang berwenang di lingkungannya.
c. Pelanggar
jika ia melanggar norma-norma sosial yang berlaku.
d. Penjahat
jika ia mengabaikan norma sosial sehingga menimbulkan kerugian harta dan jiwa di lingkungannya.
Secara umum, pelanggaran norma dapat terjadi di mana pun tempatnya tanpa terkecuali. Terjadinya pelanggaran norma disebabkan karena sikap apatis masyarakat dalam melaksanakan nilai dan norma masyarakat. Sehingga wibawa nilai dan norma sebagai pedoman tingkah laku menjadi memudar. Alhasil timbullah perilaku yang melanggar norma.
Menurut Robert M.Z. Lawang (1985), perilaku pelanggaran norma dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
a. Pelanggaran nilai dan norma yang dilihat dan dianggap sebagai kejahatan, misalnya: pemukulan, pemerkosaan, penodongan, dan lain-lain.
b. Pelanggaran nilai dan norma yang berupa penyimpangan seksual, yaitu perzinahan, homoseksualitas, dan pelacuran.
c. Bentuk-bentuk konsumsi yang sangat berlebihan, misalnya alkohol, candu, morfin, dan lain-lain.
d. Gaya hidup yang lain dari yang lain, misalnya penjudi profesional, geng-geng, dan lain-lain.
Solusi Pelanggaran Nilai dan Norma Sosial
Dalam Sosiologi, solusi tepat dalam menangani pelanggaran norma menggunakan pengendalian sosial. Lantas, apa yang dimaksud dengan pengendalian sosial itu? Seorang ahli sosial yang bernama Peter L. Berger (1978) mengartikan pengendalian sosial adalah caracara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang. Sedangkan menurut Roucek (1965), pengendalian sosial mengacu pada proses terencana di mana individu dianjurkan, dibujuk ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup suatu kelompok. Dengan demikian, pengendalian sosial adalah cara dan proses pengawasan yang direncanakan atau tidak direncanakan, guna mengajak, mendidik, serta memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan norma sosial.
Selain melalui pengendalian sosial, Koentjaraningrat mengemukakan pula beberapa usaha agar masyarakat menaati aturan-aturan yang ada, seperti:
a. Mempertebal keyakinan para anggota masyarakat akan kebaikan adat istiadat yang ada.
Jika warga yakin pada kelebihan yang terkandung dalam aturan sosial yang berlaku, maka dengan rela warga akan mematuhi aturan itu.
b. Memberi ganjaran kepada warga masyarakat yang biasa taat.
Pemberian ganjaran melambangkan penghargaan atas tindakan yang dilakukan individu. Hal ini memotivasi individu untuk tidak mengulangi tindakan tersebut.
c. Mengembangkan rasa malu dalam jiwa masyarakat yang menyeleweng dari adat istiadat.
Individu yang menyimpang dari aturan dihukum agar jera dan tidak mengulangi kembali.
d. Mengembangkan rasa takut dalam jiwa warga masyarakat yang hendak menyeleweng dari adat istiadat dengan berbagai ancaman dan kekuasaan.
Rasa takut itu mencegah individu untuk melakukan pelanggaran aturan.